Sabtu, 27 Juni 2015

John Locke



Nama   :Yosua Teguh Saputra
Nim     : 2014-71-087
Tugas Online Filsafat Manusia

John Locke
Tabula rasa, keadaan alamiah; hak-hak dasariah, kebebasan dan hak milik

John Locke adalah seorang filsuf dari Inggris yang Lahir di Wrington, Somerset, Inggris pada 29 Agustus 1632 dan meninggal di Essex, Inggris pada 29 Agustus 1632 . Ia menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan empirisme. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal. Bersama dengan rekannya, Isaac Newton, Locke dipandang sebagai salah satu figur terpenting di era Pencerahan. Selain itu, Locke menandai lahirnya era Modern dan juga era pasca-Descartes (post-Cartesian), karena pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu. Kemudian Locke juga menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

Tulisan-tulisan Locke tidak hanya berhubungan dengan filsafat, tetapi juga tentang pendidikan, ekonomi, teologi, dan medis. Karya-karya Locke yang terpenting adalah "Esai tentang Pemahaman Manusia" (Essay Concerning Human Understanding), "Tulisan-Tulisan tentang Toleransi" (Letters of Toleration), dan "Dua Tulisan tentang Pemerintahan" (Two Treatises of Government).
Pemikiran

Pengetahuan
Salah satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah filsafat adalah mengenai proses manusia mendapatkan pengetahuan. Ia berupaya menjelaskan bagaimana proses manusia mendapatkan pengetahuannya. Menurut Locke, seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia. Posisi ini adalah posisi empirisme yang menolak pendapat kaum rasionalis yang mengatakan sumber pengetahuan manusia yang terutama berasal dari rasio atau pikiran manusia. Meskipun demikian, rasio atau pikiran berperan juga di dalam proses manusia memperoleh pengetahuan. Dengan demikian, Locke berpendapat bahwa sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran atau rasio manusia itu belum berfungsi atau masih kosong. Situasi tersebut diibaratkan Locke seperti sebuah kertas putih (tabula rasa) yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman yang dijalani oleh manusia itu. Rasio manusia hanya berfungsi untuk mengolah pengalaman-pengalaman manusia menjadi pengetahuan sehingga sumber utama pengetahuan menurut Locke adalah pengalaman.

Negara
Pandangan Locke tentang negara terdapat di dalam bukunya yang berjudul "Dua Tulisan tentang Pemerintahan" (Two Treatises of Civil Government). Ia menjelaskan pandangannya itu dengan menganalisis tahap-tahap perkembangan masyarakat. Locke membagi perkembangan masyarakat menjadi tiga, yakni keadaan alamiah (the state of nature), keadaan perang (the state of war), dan negara (commonwealth).



Agama

Pandangan Locke mengenai agama bersifat deistik. Ia menganggap agama Kristen adalah agama yang paling masuk akal dibandingkan agama-agama lain, karena ajaran-ajaran Kristen dapat dibuktikan oleh akal manusia. Pengertian tentang Allah juga disusun oleh pembuktian-pembuktian. Locke berangkat dari kenyataan bahwa manusia adalah makhluk berakal budi, sehingga pastilah disebabkan karena adanya 'Tokoh Pencipta' yang mutlak dan maha kuasa, yaitu Allah. Ia meyakini bahwa Alkitab ditulis oleh ilham Ilahi, namun ia juga menyatakan bahwa setiap wahyu Ilahi haruslah diuji oleh rasio manusia.

Akhir Hidup

Pada bulan Juni 1700, Locke pensiun dari pekerjaannya di pemerintahan. Ia menjalani sisa kehidupannya selama 4 tahun dengan tenang dan tidak terlalu sering mengunjungi London. Meskipun demikian, Locke masih mengerjakan tulisan lainnya yang berjudul "Parafrase dan Catatan terhadap Surat-Surat Rasul Paulus" (Paraphrase and Notes on the Epistles of St Paul). Karya ini menyatakan kedalaman karakter religius dari pemikiran Locke.

Kesehatan Locke makin menurun dalam tahun-tahun terakhir kehidupannya dan ia menderita penyakit asma. Kunjungan terakhirnya ke London pada bulan Januari 1698 karena dipanggil oleh Raja William III membuat kesehatannya semakin buruk.

Bulan-bulan akhir tahun 1704 merupakan saat-saat terakhir kehidupannya. Ia meninggal tanggal 28 Oktober 1704 dan dikuburkan di High Laver.


Karya-karya utama John Locke
  • (1689) "Sebuah Surat Perihal Toleransi" (A Letter Concerning Toleration)
  • (1690) "Surat Kedua Perihal Toleransi" (A Second Letter Concerning Toleration)
  • (1692) "Surat Ketiga Perihal Toleransi" (A Third Letter for Toleration)
  • (1689) "Dua Tulisan tentang Pemerintahan" (Two Treatises of Government)
  • (1690) "Essay Perihal Pengetahuan Manusia" (An Essay Concerning Human Understanding)
  • (1693) "Beberapa Pemikiran Perihal Pendidikan" (Some Thoughts Concerning Education)
  • (1695) "Kerasionalan Agama Kristen, sebagaimana Dikatakan di dalam Alkitab" (The Reasonableness of Christianity, as Delivered in the Scriptures)
  • (1695) "Mempertahankan Kerasionalan Agama Kristen" (A Vindication of the Reasonableness of Christianity)

Manuskrip yang belum dipublikasikan atau dipublikasikan setelah meninggal
  • (1660) "Traktat Pertama tentang Pemerintahan" (First Tract of Government atau the English Tract)
  • (sekitar tahun 1662) "Traktat Kedua tentang Pemerintahan (Second Tract of Government atau the Latin Tract)
  • (1664) "Pertanyaan-Pertanyaan Perihal Hukum Alam" (Questions Concerning the Law of Nature) *(1667) "Essay Perihal Toleransi" (Essay Concerning Toleration)
  • (1706) "Mengenai Proses Mencapai Pemahaman" (Of the Conduct of the Understanding)
  • (1707) "Parafrase dan Catatan-Catatan terhadap Surat-Surat Rasul Paulus" (A Paraphrase and Notes on the Epistles of St. Paul)

Sabtu, 20 Juni 2015

Jean Paul Sarte Manusia Dan Kebebasan



Nama    : Yosua Teguh Saputra
Nim        : 2014-71-087
Tugas Online Filsafaat Jean Paul Sarte Manusia Dan Kebebasan

Dalam tulisan ini hanya sedikit membahas masalah filsafat eksistensialisme Sartre, karena keterbatasan penulis. Untuk pembaca yang tertarik lebih jauh dengan  pemikiran Sartre, diharap membaca buku karya Sartre sendiri dan karya saduran  yang membahas pemikiran Sartre.

Jean Paul Sarte adalah tokoh filsuf berasal dari Perancis. Filsafat sartre terkenal dengan filsafat eksistensialisme. Secara garis besar filsafat eksistensialisme menekankan kebebasan manusia, tidak ada nilai nilai yang bisa mengekang kebebasan manusia menurut Sartre. Filsafat eksistensialisme Sartre berbeda dengan filsafat eksintesialisme kierkegard yang juga dikenal sebagai salah tokoh filsuf eksistensialisme besar. meskipun sama sama berpandangan kebebasan yang mnjadi titiktolak utama, akan tetapi perbedaan filsafat eksistensialisme dari kedua tokoh ini terletak pada tanggapan mereka terhadap Tuhan. Kierkegard menagnggap manusia bebas dengan mempercayai tuhan. Kiergard memberikan analogi yang bagus antara kebebasan dengan tuhan dia menganalogikan dengan cerita Adam dan Hawa, dimana  pada saat Adam dan Hawa diciptakan tuhan dan mnghuni surga mereka berdua diperkenankan menikmati dan memakan segala macam buah yang ada di surga, akan tetapi tuhan melarang Adam dan Hawa memberikan larangan keras untuk memakan satu jenis buah di surga yaitu buah Khuldi (dalam Islam). Larangan tersebut tidak membuat Adam dan Hawa menjauh akan tetapi justru penasaran dan memakan buah tersebut, dari kisah tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya tuhan telah memberikan pilihan terhadap Adam dan Hawa dengan tetap membiarkan merekan  berdua memakan buah tersebut, meskipun larangan sudah diberikan, jika tuhan mengekang dan tidak memberikan kebebasan kepada Adam dan Hawa jangankan memakan buah tersebut, mendekati pohon tersebut saja Adam dan Hawa akan terpelanting oleh kekuatan Tuhan. oleh sebab itu Kierkegard termasuk dalam salah satu Filsuf eksistensialis Theistik  (mempercayai tuhan), mengambil posisi yang  brsebrangan dengan Kierkegard, Sartre justru menentang keberadaan tuhan, yang menyebabkan Sartre menjadi salah satu filsuf Eksistensialis Atheistik (tidak mempercayai tuhan) selain Martin Heideger.
Tuhan menjadi salah satunya yang menyebabkan manusia tidak menjadi bebas menurut sartre. Sarte dalam hal ini terlihat sebagai tokoh dengan pemikiran yang materialis, diamana di tidak mempercayai segala sesuatu yang ada dibalik dunia, dan yang nampak itulah yang merupakan dunia. Dalam hal ini menurut Sartre manusia ada di dunia begitu saja terlempar dan harus menjalani kehidupanya secara otonom. Dalil yang digaungkan Sartre dalam filsafatnya yang menetang keberadaan tuhan adalah "eksistensi mendahului esensi".Maksud dari "eksistensi mendahului esesni"
adalah eksistensi disini menyangkut bentuk, wujud dan yang nampak sementara esensi menyagkutabstrak, konsep, ide.
lebih jelas Sartre menjelaskan: "Apa itu eksistensi mendahului esensi? yang kita maksud adalah bahwa,  pertama tama manusia ada, berhadapan dengan dirinya sendiri, terjun ke dalam dunia dan barulah setelah itu mndefinisikan dirinya." 

Selain tuhan, Sarte beranggapan bahwa ketidakbebasan sesorang diakibatkan oleh orang lain dalam hal ini secara tegas sartre mangatakan bahwa " orang lain adalah neraka",salah satu pernyataan Sartre yang terkenal ini berasal dari drama yang dipentaskan sartre dengan judul orang lain adalah neraka. Secara tegas terhadap orang lain Sartre mengatakan "orang lain adalah sebab kejatuhanku". Hal yang menyebabkan seseorang tidak bisa bebas akibat orang lain berawal dari pandang mata, hal ini disebabkan menurt Sartre pandangan mata seseorang. Pandang menurut Sartre, sebagai sarana untuk membuat orang yang memandang kita seakan akan kita menjadi benda dan orang yang memandang kita menjadi subjek yang aktif yang membendakan kita. Terkait dengan hal ini pandangan dan juga orang lain adalah sebab ketejatuhan, berhubungan dengan pengalaman masa kecil Sartre mengalami  pengobjekan dan keterjatuhan akibat pandangan orang lain, Sartre menjelaskan: "Ada kebenaran lain. Di teras-teras Taman luxembourg anak anak bermain, aku mendekati mereka; mereka menyisih tanpa melihatku; aku memandang mereka dengan pandangan duka; betapa kuat dan gesitnya mereka! betapa gantengnya mereka keunggulan dan kecerdasanku lenyap seketika, kesempatan itu tidak diberikan; aku menemukan hakim- hakimku yang sesungguhnya, yaitu manusia setara, dan ketakacuhan mereka telah memvonisku tidak seorangpun mengajaku bermai."

Alasan kenapa Sartre merasa bahwa pandangan orang lain menyebabkan keterjatuhanya adalah secara fisik Sartre mengalami kekurangan yaitu Sartre memiliki mata juling, yang mengakibatkan sewaktu kcil di menjadi anak yang minder, lebih lanjut Sartre mengatakan : "Sejak beberapa waktu sudah ada noda pada mataku yang akan menjadikankubermata jerang aku telah difoto seratus kali yang diperindah mama dengan pensil berwarna" 

Penolakan Sartre terhadap orang lain dengan menyebutkan "
orang lain adalah neraka", menyebabkan filsafat eksisntesialisme Sartre dianggap banyak kritukus sebagai filsafat kaum borjuis dan liberal. kaum borjuis dan liberal sendiri diasosiasikan dengan sosok yang mementingkan sikap individual dan tidak memperdulikan orang lain. Faktanya pada saat itu dalam beberapa literatur semasa filsafat eksistensialisme booming di Perancis banyak kaum gelandang dan tuna wisma di sana mengatakan bahwa mereka penganut filsafat eksistensialisme Sartre. Dalam kkarya keclinya yang berjudul "Eksistensialisme dan Humanisme", Sartre memberikan klarifikasinya mengenai kebebasan mutlak manusia yang menurut  beberapa kritukus memicu sikap tidak peduli terhadap orang lain sehingga mengcap orang lain sebagai neraka, klarifikasi Sartre sebagai berikut: "Dengan demikian, efek eksistensialisme yang pertama adalah menempatkan  posisinya sebagai dirinya sendiri, dan meletakan seluruh tanggung jawab hidupnya sepnuhnya di pundak manusia itu sendiri." 
Dari penjelasan Sartre diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa manusia memang memiiki kebebasan dalam menuntukan pilihan, bahkan mnurut Sartre manusia dikutuk untuk bebas, akan tetapi kebebasan yang diilih juga harus mempertimbangkan kepentingan secara luas. Kebebasan menurut Sartre juga harus disertai dengan tindakan secara terus menerus, karena sejatinya adalah mahluk yang menindak dan untuk menindak terkait dengan kesadaran akan dunia. Dalam filsafat eksisntensialisnya Sartre membagi dua kesadaran yang ada di dunia:

Etre En Soi : kesadaran yang ada begitu saja: secara garis besar maksudnya adalah dalam kesadaran ini tidak ada subjek yang menindak / bisa dikatakan yang memiliki kesadara ini adalah benda mati. contoh : kursi, meja dan lain lain. ciri ciri kesadaran ini yaitu tidak memiliki celah untuk di kritik mereka ada sesuai dengan fungsinya. kekuranganya dari adalah tidak bisa berproses. contoh Kursi tidak bisa dikritik karena tidak memiliki celah akan tetapi kursi dari waktu ke waktu akan memiliki bentuk dan fungsi yang sama

Etre po : kesadaran/ ada bagi dirinya: kesadaran ini hanya dimiliki oleh manusia. dalam kesadaran ini subjek bertindak aktif. ciri kesadaran ini adalah selalu berproses dan memiliki celah untuk dikritik.

Kamis, 04 Juni 2015



Nama    : Yosua Teguh Saputra
Nim       : 2014 71 087
Tugas    : Online 10 Fislafat Manusia

Auguste Comte (Nama panjang: Isidore Marie Auguste François Xavier Comte) lahir di Montpellier, Perancis, 17 Januari 1798 – meninggal di Paris, Perancis, 5 September 1857 pada umur 59 tahun) adalah seorang filsuf Perancis yang dikenal karena memperkenalkan bidang ilmu sosiologi serta aliran positivisme. Melalui prinsip positivisme, Comte membangun dasar yang digunakan oleh akademisi saat ini yaitu pengaplikasian metode ilmiah dalam ilmu sosial sebagai sarana dalam memperoleh kebenaran.

Comte lahir di Montpellier, sebuah kota kecil di bagian barat daya dari negara Perancis. Setelah bersekolah disana, ia melanjutkan pendidikannya di École Polytechnique di Paris. École Polytechnique saat itu terkenal dengan kesetiaannya kepada idealis republikanisme dan filosofi proses. Pada tahun 1816, politeknik tersebut ditutup untuk re-organisasi. Comte pun meninggalkan École dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kedokteran di Montpellier.

Tak lama kemudian, ia melihat sebuah perbedaan yang mencolok antara agama Katolik yang ia anut dengan pemikiran keluarga monarki yang berkuasa sehingga ia terpaksa meninggalkan Paris. Kemudian pada bulan Agustus 1817 dia menjadi murid sekaligus sekretaris dari Claude Henri de Rouvroy, Comte de Saint-Simon, yang kemudian membawa Comte masuk ke dalam lingkungan intelek. Pada tahun 1824, Comte meninggalkan Saint-Simon karena lagi-lagi ia merasa ada ketidakcocokan dalam hubungannya.

Saat itu, Comte mengetahui apa yang ia harus lakukan selanjutnya: meneliti tentang filosofi positivisme. Rencananya ini kemudian dipublikasikan dengan nama Plan de travaux scientifiques nécessaires pour réorganiser la société (1822) (Indonesia: Rencana studi ilmiah untuk pengaturan kembali masyarakat). Tetapi ia gagal mendapatkan posisi akademis sehingga menghambat penelitiannya. Kehidupan dan penelitiannya kemudian mulai bergantung pada sponsor dan bantuan finansial dari beberapa temannya.

Ia kemudian menikahi seorang wanita bernama Caroline Massin. Comte dikenal arogan, kejam dan mudah marah sehingga pada tahun 1826 dia dibawa ke sebuah rumah sakit jiwa, tetapi ia kabur sebelum sembuh. Kemudian setelah kondisinya distabilkan oleh Massin, ia mengerjakan kembali apa yang dulu direncanakannya. Namun sayangnya, ia bercerai dengan Massin pada tahun 1842 karena alasan yang belum diketahui. Saat-saat di antara pengerjaan kembali rencananya sampai pada perceraiannya, ia mempublikasikan bukunya yang berjudul Le Cours de Philosophie Positivistic.

Pada tahun 1844, Comte menjalin kasih dengan Clotilde de Vaux, dalam hubungan yang tetap platonis. Setelah Clotilde wafat, kisah cinta ini menjadi quasi-religius. Tak lama setelahnya, Comte menerbitkan bukunya yang berjudul Système de politique positive (1851 - 1854).

Dia wafat di Paris pada tanggal 5 September 1857 dan dimakamkan di Cimetière du Père Lachaise.

Dalam ilmu pengetahuan dikenal istilah paternity yaitu pengakuan bahwa seorang tokoh adalh pendiri suatu bidang ilmu dengan memberikan nama “Bapak” bagi bidang ilmu yang bersangkutan. Dalam sosiologi, tokoh yang sering dianggap sebagai Bapak ialah August Comte, seorang ahli filsafat dari Perancis. Namun  mengenai hal ini pun tidak ada kesepakatan, Reiss, Jr (1968), berpendapat bahwa August Comte lebih tepat dianggap sebagai Godfather (wali) daripada progenitor (leluhur) sosiologi karena sumbangan August Comte terbatas pada pemberian nama dan suatu filsafat yang membuat perkembangan sosiologi. Menurut Reiss tokoh yang lebih tepat dianggap penyumbang utama bagi kemunculan sosiologi ialah Emile Durkheim.

Nama “sosiologi” memang merupakan hasil ciptaan August Comte suatu gabungan antara kata Romawi socius dan kata Yunani logos. Coser (1977) mengisahkan bahwa August Comte semula bermaksud memberikan nama social physics bagi ilmu yang akan diciptakannya itu, namun kemudian mengurungkan niatnya karena istilah tersebut telah digunakan oleh seorang tokoh lain, Saint Simon.

Salah satu sumbangan penting lain bagi sosiologi, sebagaimana telah dikemukakan oleh Reiss, ialah suatu filsafat yang mendorong perkembangan sosiologi. Pemikiran ini diutarakan August Comte dalam bukunya : Course de philosophie positive. Dalam buku ini August Comte mengemukakan pandangannya mengenai  “hukum kemajuan manusia” atau “hukum tiga jenjang” menurut pandangan ini, sejarah manusia akan melewati tiga jenjang yang mendaki : jenjang teologi, jenjang metafisika, dan jenjjang positif.

Pada jenjang pertama : manusia mencoba menjelaskan gejala di sekitarnya dengan mengacu padahal yang bersifat adikodrati.

Pada jenjang kedua : manusia mengacu pada kekuatan metafisik atau abstark.

Pada jenjang tertinggi atau jenjang terakhir, jenjang positif, penjelasan gejala alam maupun sosial dilakukan dengan mengacu pada deskripsi ilmiah yang didasari pada hukum ilmiah

Karena memperkenalkan metode positif ini, maka August Comte dianggap sebagai perintis positivisme. Ciri metode positif ialah bahwa objek yang dikaji harus berupa fakta, dan bahwa kajian harus bermanfaat serta mengarah ke kepastian dan kecermatan, sarana yang menurut August Comte dapat digunakan untuk melakukan kajian ialah: pengamatan, perbandingan,eksperimen, atau metode historis.

Mengapa August Comte berpandangan bahwa sosiologi harus menggunakan metode positif? Karena, dalam berpandangannya, sosiologi harus merupakan ilmu yang sama ilmiahnya dengan ilmu pengetahuan alam yang mendahuluinya. Menurut  hematnya kegiatan kajian sosiologi yang tidak menggunakan metode pengamatan, perbandingan, eksperimen, atau metode historis bukanlah kajian ilmiah melainkan hanya renungan atau khayalan belaka.

Suatu pandangan menarik dari August Comte ialah bahwa sosiologi menurutnya merupakan “Ratu ilmu-ilmu” (Reiss, 1968). Dalam bayangannya mengenai hirarki ilmu, sosiologi bahkan menempati kedudukan teratas diatas astronomi, fisika, ilmu kimia, biologi (Coser 1977).

Sumbangan piikiran penting lain yang diberikan August Comte ialah embagian sosiologi ke dalam dua bagian besar yaitu statika sosial (kajian terhadap tatanan sosialn) dan dinamika sosial (kajian terhadap kemajuan dan perubahan sosial). Statika mewakili stabilitas, sedangkan dinamika mewakili perubahan. Dengan memakai analogi dari biologi, August Comte menyatakan bahwa  hubungan antara hubungan antara statika sosialdengan dinamika sosial dapat disamakan dengan hubungan antara anatomi dan fisiologi.

Hingga kini pun klasifikasi August Comte ini masih tetap relevan. Dalam literatur sosiologi masa kini kita senantiasa menjumpai ahli Sosiologi yang mempelajari Social Statics, melakukan kajian terhadap tatanan sosial seperti misalnya kajian terhadap struktur sosial suatu masyarakat, instisusi di dalamnya, hubungan antara suatu institusi dan institusi lain, fungsi masing-masing institusi dan sebagainya. Namun ada pula ahli sosiologi yang memusatkan perhatiannya pada social dynamics, mengkaji perubahan sosial seperti misalnya perubahan sosial yang melanda negara baru setelah berakhirnya Perang Dunia II, arah perubahannya, dampaknya dan sebagiannya.